Warga Bintuni Protes Perusahaan Migas Eni Arguni

Featured Slider Indeks Tambang Top Stories
Ilustrasi Lokasi BP LNG Tangguh di Tanah Merah  di Teluk Bintuni, Papua Barat. Foto : BP Indonesia

MANOKWARI, BL- Perusahaan Eni Arguni yang bergerak di bidang pertambangan diprotes oleh warga dari 5 distrik Teluk Bintuni karena memakai nama Eni Arguni sebagai nama perusahaan itu. Padahal perusahaan itu berada lebih banyak di wilayah Babo Teluk Bintuni.
 
Eni Arguni mengacu pada nama distrik Arguni di kabupaten Fakfak. Wilayah yang juga merupakan lokasi yang akan dieksploitasi oleh perusahaan tersebut.

Kepala Bapedalda Papua Barat Jack Manusawai mengatakan protes ini dilayangkan warga adat 5 distrik dalam pertemuan membahas dokumen Usaha Kelola Lingkungan (UKL) dan Usaha Pemantau lingkungan (UPL) pada usaha Minyak dan Gas Bumi baru-baru ini di hotel Swissbel Manokwari. Ini berbeda dengan Amdal.

Dalam pertemuan dengan pihak perusahaan itu, Manusawai mengatakan tim pengamat lingkungan dan masyarakat Babo dan Fakfak masyarakat mempertenyakan mengapa  daerah penghasil migas terbanyak di daerah  Babo tapi nama perusahaan memakai Eni Arguni. “Lebih baik diberi nama Eni Babo bukan Eni Arguni,” kata Manusawai mengacu pada protes warga saat itu.

Hal ini kemudian menimbulkan ketidaksepahaman masyarakat Bintuni terhadap kebijakan yang dibuat oleh BP migas karena melihat wilayah terbesar pengambilan gas itu berada di 5 distrik kabupaten Bintuni.

6 distrik wilayah administrasi pelaksanaan seismik 2D dan 3D yakni distrik Babo yang terdiri dari 4 Kampung , Distrik Farfurwar terdiri dari 2 Kampung, Distrik Kuri yang terdiri dari 1 kampung, Distrik Sumuri yang terdiri dari 2 kampung dan Distrik Kaitaro yang terdiri dari 1 kampung. Sementara Kabupaten Fakfak hanya terdiri dari 1 distrik yakni Kokas.

Manusawai mengatakan, sesuai peraturan pemerintah tentang Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup disertai surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup maka pengawasan berada di dalam wewenang pemda PB termasuk perizinan.

Ia juga mengatakan rencana kegiatan survei seismik 2D darat dan seismik 3D laut dangkal (teluk) akan dilakukan oleh Eni Arguni I Ltd, yang berlokasi di blok Arguni I kabupaten Teluk Bintuni dan kabupaten Fakfak. Luas blok secara keseluruhan menurut kontrak hasil (PSC) yakni 5.386 km persegi, yang terdiri dari 4.236 km persegi daratan dan 1.150 km persegi lautan dengan kedalaman berkisar antara 0-20 meter.

Menurut Manusawai, hal tersebut apabila tidak dibicarakan secara baik oleh BP Migas dengan masyarakat Babo dan Arguni maka akan menimbulkan konflik.

Selain itu, ia mengatakan terkait tenaga kerja juga masih menjadi persoalan bagi masyarakat Teluk Bintuni karena sikap BP tidak sesuai dengan pernyataan saat awal membuka perusahaan sesuai dengan yang dicantunkan dalam dokumen Eni Arguni termsuk pendidikan dan sarana prasarana.

Berdasarkan dokumen, selain tenaga kerja bersertifikat migas juga maka masyarakat yang tidak bersertivikasi migas akan direkrut dari penduduk lokal disekitar lokasi eksploitasi yang dilakukan oleh kontraktor. Jumlah TK sesmik 3D transisi laut dangkal sebanyak 100 orang dan TK seismic 2D darat sebanyak 600 orang.

Terkait keamanan, menurutnya, yang paling unik diminta adalah keamanan berbasis masyrakat. Masyarakat ring pertama itu masyarakat sekitar lokasi perusahaan, serta ring kedua pihak keamanan. Namun kenyataannya tidak demikian, yang diprioritaskan BP Migas adalah pihak keamanan (brimob). Masyarakat juga meminta alangkah baiknya sebelum Eni Arguni melakukan eksploitasi harus mengikuti prosesi tikar adat masyarakat setempat.

“Menurut saya proses yang diminta masyarakat adalah proses yang baik. Dengan demikian masyarakat setempat merasa memiliki dan keamanan terjamin karena diperlakukan dengan tujuan yang baik oleh BP Tangguh juga keterbukaan investor. Keterbukaan antar masyrakat dan investor itu harus diprioritaskan,” katanya.

“Hadirnya sebuah perusahaan harus mempunyai komitmen untuk mensejahterakan masyarakat. Komitmen tersebut tidak dilaksanakan oleh BP sehingga masyarakat akan tetap memiliki tanggapan negative yang sama terhadap perusahaan lain dengan mencontohkan sikap BP.”

Dengan masuknya perusahaan ini, maka bertamnbah lagi satu perusahaan pertambangan di Bintuni, selain dua perusahaan pertambangan lainnya yakni BP Tangguh dan Genting Oil yang keduanya bergerak dibidang minyak dan gas bumi.  (Dina Rianti/ Cahaya Papua)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *