Keteguhan Suzanne Al Houby terinspirasi oleh keberanian warga Gaza melawan penjajah. |
MENDAKI gunung adalah pengalaman yang menakjubkan bagi sebagian orang. Setelah melalui rintangan dan keletihan yang menguji tubuh, berada di puncak gunung membuat para pendakinya ketagihan.
Kiranya inilah yang dialami oleh Suzanne Al Houby, wanita Palestina pertama yang pernah mendaki 16 gunung tertinggi dunia. Dia juga menjadi wanita Arab pertama yang mendaki puncak tertinggi dunia, Gunung Everest.
Terakhir, dia berhasil menaklukkan puncak tertinggi di Papua Nugini dan di seluruh Oceania, Cartensz, yang memiliki ketinggian 4.884 meter. Pendakiannya yang lain meliputi gunung Mont Blanc, Elbruz, Aconcagua, Vinson Massif, dan menjadi wanita Palestina pertama yang mendaki puncak tertinggi Afrika, Kilimanjaro.
Menceritakan kisahnya, Houby mengatakan bahwa tidak ada yang lebih indah namun sederhana seperti gunung. Kemampuan untuk menikmati panorama yang menakjubkan adalah anugerah Tuhan yang luar biasa.
“Saya bersatu dengan gunung dan mendaki dengan rasa hormat, memahami bahwa hanya gununglah yang akhirnya memutuskan apakah saya bisa mendaki lebih jauh atau tidak,” ujar Houby kepada stasiun berita al-Arabiya pekan ini.
Ibu dua anak yang kini tinggal di Uni Emirat Arab ini keranjingan mendaki gunung setelah bertemu Zed Al Refai pada 2002, seorang pendaki kawakan. Refai adalah pria Arab pertama yang memuncak Everest. Dia juga yang memberikan Houby pelajaran untuk fokus pada perjalanan, bukan pencapaian di puncak.
Houby bukan mendaki untuk dirinya sendiri. Pada 2003, dia mendaki Everest dan Kala Pattar untuk mengumpulkan dana untuk membeli unit pemindai portabel penyakit kanker payudara bagi wilayah pedesaan di UAE.
Galang Dana
Pada 2006, Houby memimpin ekspedisi mendaki pegunungan Atlas di Maroko, mendaki puncak Toubkal, gunung tertinggi di Afrika Utara dan Arabia. Pendakian ini untuk membawa wanita Arab ke puncak tertinggi di Jazirah sebagai simbol kekuatan kaum Hawa. Ekspedisi ini untuk menggalang dana bagi kamp pengungsi Palestina di Lebanon.
Houby mengaku, saat dirinya merasa letih di tengah pendakiannya, dia langsung mengingat penderitaan rakyat di Gaza. Walaupun di tengah gempuran dan penjajahan Israel yang memakan banyak korban jiwa, namun rakyat Gaza tetap sabar dan bekerja keras, ujarnya.
“Saya belajar dari pahlawan-pahlawan wanita di Palestina setiap hari. Karena saya berdarah Palestina, saya menunjukkan cinta, hasrat dan pesan saya dengan cara lain,” kata Houby. |VIVA.