Suasana COP 18 di Doha, Qatar. Foto : Inhabitat. |
Ketua Delegasi RI Rachmat Witoelar yang turut hadir dalam pembukaan HLS mengatakan meski konferensi memasuki sesi HLS dengan level ministrial, masih ada beberapa hal substansial yang belum disepakati sebagai hasil negosiasi pada jalur AWG-KP, AWG-LCA dan ADP. Padahal HSL merupakan negosiasi yang bersifat politis, bukan lagi membahas substansi permasalahan.
Oleh karena itu, Indonesia mengharapkan agar Perundingan COP 18 dapat menuntaskan pembahasan negosiasi substansial dengan merujuk kepada elemen Bali Action Plan yang terdiri dari agenda peningkatan aksi penanggulangan perubahan iklim seperti mitigasi di negara maju dan berkembang, adaptasi di negara berkembang dan negara rentan dampak perubahan iklim, serta penyediaan pendanaan dan investasi, teknologi dan peningkatan kapasitas bagi negara berkembang. Agenda Bali Action Plan yang dihasilkan oleh COP 13 tahun 2007 di Indonesia tersebut selama ini dibahas dalam AWG-LCA yang dimandatkan untuk berakhir di COP18 Doha.
“Indonesia mengharapkan adanya adopsi keputusan komitmen penurunan emisi periode kedua dari Protokol Kyoto dan berakhirnya AWG-LCA agar diikuti dengan keberlanjutan implementasi kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai selama ini melalui subsidiaries bodies atau proses lainnya yang telah disepakati,” kata Rachmat Witoelar yang juga menjabat Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim melalui keterangan persnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Selain itu, Indonesia juga mengharapkan ADP dapat melanjutkan proses negosiasi untuk tercapainya kesepakatan yang komprehensif, ambisius, dan berkekuatan hukum selambatnya pada tahun 2015. (Fajar/Marwan Azis).