Pelatihan REDD+ Untuk Instansi Penegakan Hukum

Featured Slider Hutan Indeks Top Stories
Ilustrasi Rawa Tripa,  areal lahan gambut di Aceh yang sekarang kasusnya sementara ditangani Kementerian Lingkungan Hidup, Polri, dan Kejaksaan Agung.  Foto : Yusriadi.

JAKARTA, BL- UKP4/Satgas REDD+ terus berupaya meningkatkan kapasitas stakeholder mengenai REDD+  (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) atau Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

Kali ini Satgas REDD mengandeng pihak Kejaksaan Agung RI mengadakan pelatihan penegakan hukum perkara tindak pidana sumber daya alam di atas hutan dan lahan gambut.

Pelatihan  tersebut berlangsung di Hotel Pullman, Central Park, Jakarta, selain diikuti pihak Kejaksaan Agung RI, juga dari unsur Kepolisian RI dan Mahkamah Agung RI. 

Mas Achmad Santosa, Ketua Kelompok Kerja Pengkajian Peraturan dan Penegakan Hukum Satgas REDD+ melalui keterangan persnya yang diterima Beritalingkungan.com menjelaskan, pelatihan ini diharapkan akan meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang memadai bagi aparat penegak hukum untuk menangani perkara-perkara pengelolaan SDA di atas hutan dan lahan gambut, serta meningkatkan kemauan dan komitmen aparat penegak hukum untuk menangani kasus-kasus kejahatan lingkungan secara profesional dan berintegritas.

Selain untuk memaksimalkan koordinasi antar berbagai instansi dan jajaran penegak hukum Mas Ota panggilan akrab Mas Acmad Santosa, melalui pelatihan ini UKP4/Satgas REDD+ juga mendorong digunakannya berbagai pendekatan rezim hukum atau pendekatan “multi-door” ini untuk memaksimalkan efek jera.

Untuk mengoptimalkan hasil penanganan perkara SDA dan menjerat pelaku fungsional penegakkan hukum tidak hanya harus melibatkan Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementrian Kehutanan tapi juga harus melibatkan Direktorat Jendral Pajak, Pusat Pelaporan dan Analsis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Percepatan perusakan lingkungan di Indonesia juga antara lain disebabkan oleh perlakuan yang koruptif, jadi bisa dijerat dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang,”jelas Mas Ota.  (Marwan Azis).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *