JAKARTA, BL- Greenpeace meluncurkan rapor nilai produsen kelapa sawit. Laporan ini diluncurkan sehari jelang pertemuan RSPO di Singapura.
Wirendro Sumargo, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia menilai pertemuan tahunan RSPO kali ini sangat penting. “Akankah RSPO menuju ke tingkatan selanjutnya dan sungguh-sungguh mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hutan dan gambut, juga mengendalikan emisi rumah kaca dari produksi kelapa sawit?” kata Rendro, melalui keterangan tertulisnya.
Dalam rapor yang baru dirilis Greenpeace kemarin, terungkap rapor untuk 11 perusahaan besar sawit di dunia. Posisi rapor terburuk diduduki dua perusahaan anggota RSPO, Indofood Agri Resources Ltd dan PT Darmex Agro (Duta Palma). Dua perusahaan ini, dalam kebijakan perusahaan sama-sama tidak memperhatikan masalah perlindungan hutan maupun lahan gambut.
Produk sawit mereka pun masih di bawah 25 persen yang mendapatkan sertifikat RSPO. PT Astra Agro Lestari Tbk, non anggota RSPO yang memiliki 2,5 persen produksi dunia, juga belum memiliki kebijakan melindungi hutan dan lahan gambut.
Rapor tersebut dinilai penting sebagai bahan informasi terbaru bagi perusahaan konsumen tentang kebijakan beberapa produsen besar kelapa sawit dunia dalam rangka mendorong mereka untuk memilih kriteria yang lebih ketat pada saat peninjauan kriteria prinsip dan kriteria RSPO.
Selain mengeluarkan rapor, Greenpeace dalam pertemuan RSPO nanti, akan menggalang dukungan mengajak produsen dan konsumen sawit dunia untuk komit dengan memiliki standar RSPO yang lebih maju (RSPO beyond). Menurut Rendro, Greenpeace akan membentuk kelompok tersendiri bersama perusahaan-perusahaan antara lain, Agropalma Brazil, New Britain Oil Ltd dan Golden Agri Resources Ltd (GAR).
Greenpeace juga mengapresiasi upaya RSPO dalam beberapa tahun terakhir ini untuk menemukan cara menangani salah satu dampak lingkungan terbesar dari produksi kelapa sawit: gas emisi rumah kaca yang disebabkan oleh deforestasi dan pengeringan gambut.
“Jika usulan perubahan diterima oleh majelis umum RSPO, itu akan menjadi kesempatan yang takterlupakan untuk akhirnya menciptakan standar yang akan memutus hubungan antara deforestasi dan produksi kelapa sawit. Tapi jika RSPO menolak perubahan ini dan memperkuat standar, itu akan merendahkan bagi kelapa sawit yang benar-benar berkelanjutan,”tandasnya. (Marwan Azis).