Aktivitas industri pengolahan kayu jati milik Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) di Konawe Selatan yang telah mendapatkan sertifikasi Ekolabel FSC dan SVLK. Foto : dok MFP. |
JAKARTA, BL- Pengadaan barang atau jasa pemerintah harus disinergikan dengan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai langkah nyata dalam mengatasi persoalan kerusakan hutan.
Hal tersebut disampaikan Harry Alexander, Direktur Program Policy and Law Institute for Good Government (POLIGG) melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
APBN Indonesia sebesar Rp 1.500 Trilyun digunakan sebanyak 30% untuk tujuan pengadaan barang/jasa pemerintah. “Jumlah pengadaan yang besar perlu diatur agar tidak memiliki dampak terhadap lingkungan hidup khususnya kelestarian hutan Indonesia,”kata Harry.
POLIGG bersama–sama Kementerian Kehutanan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) tanggal 25 Juni kemarin memprakarsai sebuah dialog untuk mendorong sinergitas pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan kebijakan sistem verifikasi legalitas kayu.
Sementara, Diah Raharo, Direktur Program MFP mengatakan, penjaminan melalui SVLK juga meningkatkan kepercayaan akan suatu produk kayu dan dapat membuka peluang pasar.
Komitmen Indonesia memberikan jaminan legalitas produk perkayuan merupakan kelanjutan dari kepemimpinan Indonesia sejak tahun 2001 dalam pertemuan tingkat menteri di Bali yang menghasilkan Bali Declaration on Forest Law Enforcement and Governance.
Sejak saat itu, kini 10 tahun setelahnya (Bali +10), Indonesia tetap berada di garda paling depan menginisiasi kerjasama internasional dalam pemberantasan illegal logging dan perdagangan kayu ilegal. Melalui SVLK yang dibangun melalui proses multi-pihak, Indonesia menerapkan penjaminan yang kredibel guna memastikan produk kayu Indonesia sungguh berasal dari sumber yang sah atau lestari. Hal ini makin diperkuat dengan komitmen global dalam mendorong pembangunan berkelanjutan di pertemuan global Rio +20 di Brazil.
Upaya Indonesia sebagai negara pengekspor kayu untuk terus mendorong penerapan SVLK di negeri ini tidaklah bertepuk sebelah tangan dan terus mendapat dukungan internasional. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya komitmen negara-negara konsumen untuk menolak kayu-kayu ilegal.
Negara-negara tujuan seperti Jepang dengan kebijakan Goho-Wood atau Green Konjuho, AS dengan amandemen terhadap Lacey Act, dan Uni Eropa dengan pemberlakukan Due Diligent Regulation (DDR) atau EU Timber Regulation, telah berkomitmen untuk menerima hanya kayu-kayu yang memiliki jaminan legal yang kredibel. (Marwan Azis).