Ilustrasi : Greenpeace |
Perusakan hutan ini memaksa harimau mendekat kepada kehidupan manusia, menyebabkan lebih banyak insiden konflik antara mereka. Tragisnya, awal tahun ini dua orang dilaporkan terbunuh di konsesi suplai APP, PT Sumber Hijau Permai (PT SHP), tidak jauh dari lokasi penangkapan harimau ini.
Saat ini hanya sekitar 400 ekor harimau sumatera tersisa di alam bebas. APP memuji-muji penangkapan dan relokasi harimau sumatera keluar dari area suplai bahan baku mereka di Sumatera Selatan sebagai ‘momen signifikan bagi preservasi harimau sumatera’. Hanya saja, data baru yang didapat Greenpeace Internasional memperlihatkan bahwa APP adalah pelaku besar perusakan kawasan yang menjadi habitat harimau dengan melakukan perusakan hutan untuk mensuplai pabrik-pabrik pulp mereka.
Perusakan hutan ini memaksa harimau mendekat kepada kehidupan manusia, menyebabkan lebih banyak insiden konflik antara mereka. Tragisnya, awal tahun ini dua orang dilaporkan terbunuh di konsesi suplai APP, PT Sumber Hijau Permai (PT SHP), tidak jauh dari lokasi penangkapan harimau ini. Sejak mendapat izin konsesi pada 2002, kelompok APP telah menghancurkan hutan hujan dalam jumlah signifikan di kawasan konsesi dan sekitarnya.
Pada 2006, PT Rimba Hutani Mas (PT RHM) mendapat konsesi di kawasan sebelah utara dari konsesi PT SHP di daerah Merang. Meski kawasan ini mempunyai hutan yang lebat pada 2006, kini setelah lima tahun berlalu hutan itu telah rusak, sekitar 27.000 hektar hutan hujan telah dihancurkan. Pada awal 2011, periset lapangan Greenpeace berhasil merekam harimau di salah satu hutan yang masih tersisa di kawasan PT RHM.
Zulfahmi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, jika APP benar-benar peduli dengan harimau, hentikanlah merusak hutan yang sangat penting bagi keberlangsungan jangka panjang harimau. Tetapi nyatanya dibanding berhenti merusak hutan, APP kini lebih memilih upaya public relation untuk menyembunyikan perusakan yang mereka lakukan.
Ia menambahkan, perusakan hutan yang dilakukan oleh APP adalah kabar buruk tidak hanya untuk harimau, tetapi juga untuk satwa terancam punah lain dan untuk iklim. Sebagian besar kawasan di daerah itu adalah hutan lahan gambut,
Sebelumnya pihak APP melakukan pelepasliaran Harimau Sumatera bernama Putri di hutan Taman Nasional Sembilang di Pulau Betet. Putri adalah seekor Harimau Sumatera berumur 7 tahun yang terlibat dalam konflik manusia dengan harimau di Provinsi Sumatera Selatan.
Putri ditangkap di daerah sekitar area konsesi hutan produksi salah satu pemasok kayu pulp APP, PT Sumber Hijau Permai (SHP) pada awal tahun ini oleh tim yang terdiri dari PT. SHP, Balai TN Sembilang, Balai KSDA Sumatra Selatan dan Yayasan Pelestarian Harimau Sumatra (YPHS).
Penangkapan, perawatan dan pelepasliaran harimau betina seberat 75 kilogram tersebut dilakukan Bastoni, veteran konservasionis dari LSM YPHS yang juga mencari lokasi yang cocok untuk rumah baru harimau tersebut.”Perencanaan pelepasliarannya ke alam bebas merupakan sebuah proses yang sangat sensitif. Hal ini membutuhkan perencanaan yang cermat dan keterlibatan begitu banyak pihak yang tulus bekerjasama untuk kepentingan harimau,” kata Bastoni dalam rilis yang dikirim APP hari ini.
Rumah baru Putri adalah Taman Nasional Sembilang, kawasan pelestarian alam yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003, seluas 202.896,31 hektar. Lokasi pelepasliaran Putri dinilai ideal oleh tim YPHS dan BKSDA karena ketersediaan hewan mangsa yang kaya, ketersediaan air segar dan bentangan tanah kering yang mencukupi.
Sebelum pelepasliaran, Putri dilengkapi dengan GPS collar yang membantu pemantauan pergerakannya dalam habitat baru, dan sekaligus untuk menjaga keselamatannya(Marwan Azis).