Akhir pekan lalu saya mampir di kedai Kopitiam Oey. Kedai milik Pak Bondan Winarno. Seorang kawan jurnalis yang memilih merintis usaha warung kopi. Oleh kawan-kawan media Bondan Winarno dikenal sebagai raja wisata kuliner.Kami lebih senang menyebutnya “Mak Nyus”. Meski pria berumur enam puluh tahun tak merasa senang bila kami sering-sering menyebut kata itu padanya.
Mak Nyus’ sebuah istilah yang selalu diucapkannya setiap kali melahap kelezatan hidangan makanan nusantara. Dengan wajah (kadang) berkeringat, Ia selalu melontar kata “Mak Nyus” atau kata “Top Markotop”. Kata-kata itu menjadi tagline baginya. Ia pula yang pertama kali memperkenalkan ragam kuliner nusantara di koran maupun layar kaca. Tak heran jika pria yang senang berpetualang ini memiliki bejubel referensi tentang aneka makanan nusantara dan dunia. Trans TV mengajaknya menjadi sebagai presenter khusus di acara Wisata Kuliner.
Saya berkesempatan menghabiskan malam di sana bersama kawan-kawan wartawan penggiat lingkungan nusantara. Membuang kejenuhan setelah seharian berkutat dengan diskusi serius. Malam itu kami ingin bersantai dengan menikmati suguhan aneka kopi dan teh yang disediakan pengurus kedai.
Seorang pelayan dengan ramah menyodorkan secarik daftar menu khas warung itu. Dalam daftar tersaji beberapa varian minuman kopi dengan nama-nama sederhana diantaranya: kopi tubruk Djawa, kopi saring atau Kopi-O, kopi susu Indocina, kopi italia, es kopi Sisiliana dan Wiener Melange.
Ada pula es kopi susu Indocina dan Wiener Melange. Es kopi susu Indocina adalah kopi ala Vientam berupa seduhan kopi dalam saring yang dibiarkan menetes dan bercampur dengan susu kental manis. Wiener Melange menyatukan kopi hitam dengan es krim vanila.
Demikian pula menu makanan yang disajikan tidak dapat disebut istimewa. Tampilan dan rasa sedang-sedang saja. Dari belasan menu makanan dan kudapan, roti telur Bukittinggi meninggalkan kesan istimewa (karena jarang ditawarkan di tempat makan lain), sementara panini roast beef + mozzarella mendapat acungan jempol dari teman-teman yang hadir.
Tekstur kopi Italia benar-benar hitam pekat dan terasa begitu pahit. Dihidangkan dalam teko warna perak yang didatangkan khusus dari Italia. Demi menjaga kualitas rasa, kopi sebaiknya diminum tanpa campuran krim.
Sensasi kopi Italia begitu hangat dinikmati dalam nuansa tradisionil.
Tak seperti kebanyakan warung kopi yang banyak saya temukan di berbagai tempat. Nuansa merah khas etnik Tionghoa mendominasi ruangan yang tak berapa luas itu. Dindingnya dihiasi ragam lukisan dan poster. Termasuk lukisan foto pemiliknya. Saya tersenyum melihat bohlam pijar disimpan dalam sangkar burung. Cukup artistik. Oleh pemiliknya interiror bernuasa etnik ini telah ada sejak belasan tahun silam. Dan terus dipertahankan hingga kini.
Bagi Bondan “Ngopi” saat ini telah menjadi salah satu pilihan dalam melewati waktu bersama teman maupun keluarga. Kegiatan minum kopi yang biasanya identik dengan kegiatan kaum pria, saat ini juga telah dilakukan oleh kaum wanita dan kaum muda.
“Ngopi” menjadi salah satu media untuk bersilahturahmi atau sekedar melepas kepenatan dari kegiatan kerja setiap hari. Mereka yang datang tak sekedar bercerita. Tak sekedar kongkow-kongkow. Tetapi juga mendapatkan sebuah nilai sejarah yang tidak mereka dapatkan di tempat lain. Warung kecil ini membenamkan setiap orang hadir seolah-olah kembali ke masa lalu. Menemukan kehidupan baru dan pulang membawa banyak cerita sesudahnya.
Konsep yang ditampilkan Bondan Winarno adalah ingin memperkenalkan atau lebih tepatnya mengingatkan bahwa Indonesia memiliki berbagai menu minuman juga makanan yang sangat beragam dan telah berasimilasi dengan budaya Belanda, Cina, Melayu dan sebagainya. Wasis Gunarto, Manager Kopitiam Oey, mengatakan bahwa Kopitiam dalam bahasa Hokkian (Ka fe tien) yang berarti kedai kopi dan Oey (baca: ui) yang merupakan simbol dari nama Bondan Winarno.
Berlokasi di Sabang, Jakarta Pusat menjadikan Kopitiam Oey, yang didirikan pada bulan April 2009, mudah untuk diakses maupun dikenal oleh para pecinta kopi ataupun pecinta kuliner.
Seorang blogger menulisnya tempat ini sebagai zona breakfast yang menyajikan aneka sandwich dengan berbagai variasi seperti Roti Bakar Prantjis Pain Perdu yang merupakan roti panggang ala Perancis yang disajikan dengan cinnamon dan madu, serta ada Roti Taloea Boekittinggi, yaitu roti tawar yang disajikan bersama telur setengah matang dengan gaya Padang.
Malam kian larut. Namun pengunjung tak pernah putus memenuhi ruangan. Tak lupa kami mengabadikan lewat bidikan kamera-kamera.
Foto : Marwan Azis dan Naskah : Yos Hasrul.