Lut Tawar, danau kebanggaan warga Gayo, Aceh Tengah. Foto : Lovegayo.com
Lut Tawar, danau yang selama ini menjadi kebanggaan Orang Gayo, kini airnya terus menyusut. Maraknya penebangan hutan ditenggarai menjadi penyebabnya. Warga yang prihatin dengan kondisi tersebut telah membentuk Forum Penyelamat Danau. Berikut laporan kontributor Beritalingkungan.com, Arsadi Laksmana.
Gedung Gentala Takengon, Sabtu malam 5 Januari 2011 lalu terlihat ramai, Forum Penyelamatan Danau Laut Tawar (FDLT) Aceh Tengah menggelar rapat konsolidasi internal kepengurusan. Agendanya adalah pembahasan beberapa isu tentang nasib Danau Lut Tawar, danau kebanggaan urang Gayo. FDLT adalah sebuah lembaga yang dibentuk para aktivis setempat yang focus terhadap kelestarian danau lut Tawar. Didalamnya tergabung berbagai element sipil masyarakat di Aceh Tengah dari praktisi, jurnalis, LSM, Mahasiswa dan element sosial lainnya.
Beberapa isu yang dibahas di dalam forum tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan program pemerintah seperti PLTA Peusangan dan regulasi qanun mengenai penyelamatan danau Laut Tawar secara berkesinambungan yang hingga kin belum dibahas oleh DPRK Aceh Tengah. Selain itu, juga dibahas perihal Konvensasi Danau Laut Tawar Oleh beberapa Kabupaten di Provinsi Aceh.
Danau Laut Tawar merupakan salah satu danau terluas yang terletak di Kabupaten Aceh Tengah, terbentuk dari kawah gunung api yang telah mati (danau vulkanik) di ketinggian lebih kurang 1200 meter dari permukaan laut, dengan luas lebih kurang 5,600 ha atau 16 km panjang dan 4 km lebar.
Rata-rata kedalamannya 35 m dengan kedalaman maksimum 115 m. Lebih kurang 25 sungai kecil mengalir ke dalam danau dan hanya ada satu sungai besar sebagai aliran pembuangan yaitu sungai Krueng Peusangan. Volume airnya diperkirakan berjumlah 2,5 triliun liter. Debit, aliran keluar Sungai Kreung Puesangan 5.664 liter/detik, jumlah aliran air tersebut sebenarnya sudah berkurang sejak tahun terakhir. Kalau pun masih ada yang tersisa, airnya sudah sedikit.
Kondisi Danau ini memang kian hari kian memperhatinkan, Maraknya penebangan hutan ditenggarai menjadi penyebabnya. Kalau tidak mendapatkan perhatian serius akan berdampak serius. Danau Laut Tawar yang memiliki arti penting bagi masyarakat Gayo ini karena sumber air bersih bagi masyarakat setempat, pertanian, industri dan perikanan.
Jika diurut kebelakang, kondisi danau tersebut memang mengkhawatirkan, Muchlisin Z.A, S.Pi, M.Sc, seorang pemerhati danau Lut Tawar menulis dalam artikelnya di situs www.lovegayo.com, Menurut data statistik yang ada, pada Tahun 2009 sekurang-kurangnya 225 orang nelayan mengantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan danau dan lebih kurang 150 orang lainnya menjadikan danau ini sebagai tempat pembudidayaan ikan dalam karamba (DKP, 2009).
Pendapatan nelayan Danau Laut Tawar sangat bervariasi tergantung pada jumlah jaring yang dimiliki dan musim. Namun demikian pada umumnya nelayan di danau laut tawar tergolong sebagai nelayan tradisional dan berpendapatan rendah, yaitu rerata pendapatan kotor nelayan adalah Rp51.000/ hari.
Salah satu sumberdaya perikanan yang ada di Danau Laut Tawar adalah ikan depik (Rasbora tawarensis), ikan ini bersifat endemic (penyebarannya sempit) dan tergolong ikan yang terancam punah (threatened species) dan telah dimasukkan dalam IUCN Red List dengan kategori Critical Endangered (IUCN, 1991; CBSG, 2003). Ikan depik merupakan target utama bagi sebagian besar nelayan di Danau Lau tawar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ikan Depik bagi nelayan dan masyarakat setempat.
Namun sayangnya, kata Muchlisin, produksi ikan dari Danau Laut Tawar terus menurun dari tahun ke tahun dan berdasarkan data statistik yang ada, penurunan produksi ikan dari Danau Laut Tawar mencapai 83.5% selama dua decade terakhir, yaitu 455 ton di tahun 1988 (DKP Aceh, 1989) menjadi hanya 74.5 ton di tahun 2008 (Bepeda Aceh Tengah).
Fenomena yang sama juga terjadi bagi ikan depik, menurut penelitian Muchlisin bersama kawan-kawan, menunjukkan bahwa hasil tangkapan (catch per unit effort) ikan depik turun dari rerata 1.17 kg/m2 unit jaring di era 1970an hanya menjadi 0.02 kg/m2 unit jaring di Tahun 2009 atau turun drastis 98.3% selama kurun waktu tiga decade terakhir.
Sebagai konsekuensinya, nelayan mencari strategi lain untuk menangkap ikan dengan lebih efektif yaitu dengan mengunakan jaring insang (gillnet) yang beroperasi tidak mengenal musim bahkan setiap hari, dan sebagiannya lagi beralih menjadi nelayan pembudidaya, sebagian besar dari mereka justru lebih tertarik untuk memelihara ikan alien seperti ikan mujair, nila, dumbo atau ikan mas. Bukannya ikan pedih/gegaring, peres, ataupun mud atau ikan lainnya yang telah ada di danau yang indah ini.
Muchlisin menjelaskan, penyebab turunkan populasi ikan endemik di Danau Laut Tawar diantaranya adalah; turunnya muka air danau akibat daripada kerusakan hutan sehingga menyebabkan banyak spawning ground (dedesen) dan nursery ground kering, introduksi ikan asing, dan pencemaran dari limbah rumah tangga, hotel, pertanian dan perikanan turut menyumbangkan dampak negatif terhadap populasi ikan disini” Jadi bukan salahnya si enceng gondok atau hydrilla!
“Menurut saya yang patut dipersalahkan adalah cukong-cokung kayu, masyarakat atau pengusaha yang membuang limbah ke danau dan paling bertanggung jawab lagi adalah pemerintah yang telah membiarkan semua itu terjadi” ujar Muchlisin.
Menurut Muchlisin, sekurang-kurang ada tujuh species ikan asing yang diintroduksi baik secara sengaja maupun tidak ke Danau Laut Tawar. Species-species tersebut adalah Clarias gariepinus (lele dumbo), Cyprinus carpio (ikan mas), Oreochromis mossambicus (mujair), O. niloticus (nila), plati pedang atau buntok (Xiphophorus helleri) dan, grass carp atau bawal (Ctenopharyngodon idella), dan bahkan ikan sapu kaca (Hiposarcus pardalis) dilaporkan oleh neyalan juga telah ada di danau ini.
Pemerintah setempat baru-baru ini (tanggal 28 Oktober 2009) telah melakukan introduksi lebih kurang 35.000 ekor benih ikan bandeng ke Danau Laut Tawar, dengan tujuan untuk mengatasi pencemaran Danau Laut Tawar.
Muchlisin menilai kegiatan ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman akan aspek-aspek penting managemen sumberdaya perikanan yang baik dan benar. Sepatutnya yang perlu dilakukan adalah mengatasi factor “penyebab” terjadinya pencemaran, bukan membrantas “akibat” yang ditumbulkan oleh pencemar itu sendiri.
Muchlisin mengatakakan Lebih ironis lagi program “restocking” juga telah disalah artikan oleh sebagian masyarakat bahkan pejabat, kegiatan tabur benih ikan nila atau ikan mas ke danau misalnya telah menjadi kegiatan seremonial rutin jika ada pejabat yang berkunjung di kawasan ini, sayangnya kegiatan ini disponsori oleh lembaga yang sepatutnya menjaga kelestarian danau.
Sejatinya pengertian restocking adalah melakukan tabur ulang benih ikan yang memang telah ada dan hidup secara alami disana, namun populasinya semakin berkurang. Oleh karena itu untuk mendukung restocking ini perlu dilakukan kegiatan lain misalnya koleksi dan domestika induk-induk.
Selanjutnya dilakukan pemijahan secara terkontrol, benih yang dihasilkan di restock atau dilepaskan kembali ke alam dengan tujuan populasinya kembali normal dan seimbang (juga tidak berlebih, karena akan meberi dampak buruk kepada spesies lain dan menganggu kesimbangan ekologis), oleh karena itu perlu dikontrol dan dimonitoring perkembangan secara kontinyu. Benih-benih dari hasil pemijahan buatan tersebut dapat juga digunakan untuk tujuan budidaya.
Untuk itu kajian biologi reproduksi perlu dilakukan sebelum dipijahkan dan jika larva-larva yang dihasilkan ingin digunakan untuk tujuan budidaya secara luas, aspek kebiasaan makan perlu dikaji agar dapat disiapkan pakan yang sesuai untuk species berkenaaan. Oleh karena itu kegiatan restocking ini bukanlah kegiatan yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan hasil dari penelitian yang comprehensive atau terintegrasi.
Kegiatan yang dilakukan sekarang bukanlah restocking akan tetapi lebih kepada reintroducing species asing ke danau (kegiatan tebar bibit bandeng dapat diketagorikan sebagai introducing alien species karena pertama kali dilakukan) yang mengancam keberadaan species local misalnya depik, kawan dan pedih yang merupakan indigenous species dan dua yang pertama bersifat endemic di Danau Laut Tawar
“Fenomena-fenomena yang kami paparkan diatas tampaknya sudah mulai terjadi di Danau Laut Tawar, nelayan setempat mengklaim, saat ini populasi ikan depik dan kawan semakin menurun namun sebaliknya populasi ikan nila semakin dominan” tulis, Muchlisin yang juga seorang dosen dan peneliti di Universitas Syiah Kuala dan candidate Doktor dalam bidang Fisheries Management and Aquaculture di Universiti Sains Malaysia, Penang. Malaysia
Selain itu, hilangnya habitat pemijahan akibat fluktuasi air danau, hilangnya daerah pinggiran danau yang memiliki tumbuhan air (zona litoral) yang menjadi tempat memijah dan mencari makan ikan. Permerhati danau Lut Tawar, menilai, pembuatan jalan dibagian barat (Bom sampai kebayakan) dan timur (Pante Menye) diduga dapat mengancam sumberdaya ikan di DLT. Belum lagi beberapa daerah pariwisata di pinggir danau yang membeton pinggir pantainya.
Di lihat secara kasat mata, Di sekitar danau, kini banyak hutan yang gundul. Banyak terjadi perambahan yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk membuat perkebunan. Penebangan liar juga terus terjadi. Meski tidak sebanyak ketika konflik dulu. Jika kita berkeliling, akan dijumpai gunung yang tandus di sepanjang gugusan Bukit Barisan. Sebagian besar tampak bekas-bekas kebun yang ditinggalkan. Kayu, yang tumbang juga banyak. Sebagian tempat, terlihat bekas-bekas kebakaran hutan. Yang tersisa hanya pemandangan bebatuan terjal dan batang-batang pohon yang hangus.
Menurut data Dinas Kehutanan, luas lahan kritis di kawasan itu 8.842 hektar, terdiri dari 6.450 hektar dalam kawasan hutan, dan 4.400 hektar di luar kawasan hutan. Menurut para ahli, untuk menjaga kelestarian danau Laut Tawar, idealnya dibutuhkan 25 ribu hektar luas hutan sebagai daerah kawasan tangkapan air.
Di sekitar danau saat ini hanya terdapat 74,57 pohon per hektar, idealnya 201 pohon perhektar. Di sekitar danau ini sendiri, terdapat 20 kampung, di empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Bintang, Kebayakan, Bebesan dan Kecamatan Laut Tawar. Warga setempat mayoritas petani dan nelayan.
Jumhur AB salah seorang dewan pakar FDLT yang mewakili Sekjend FDLT, mengatakan bahwa terlepas dari kenyataan yang ada, saat FDLT harus sudah siap menerima kehadiran PLTA Peusangan yang akan menjadi program besar untuk membantu suplai listrik di Aceh Tengah.
“Namun FDLT juga harus menyiapkan konsep agar ada upaya pencegahan terhadap beberapa ancaman disekitar danau Lut Tawar nantinya bila program ini berjalan, FDLT juga akan melakukan komunikasi dengan pihak PLN agar bersama-sama menjaga kelestarian sekitar DAS atau danau Laut Tawar pra dan pasca selesainya program ini” Sebut Jumhur.
Hal penting lain menurut Jumhur adalah persoalan yang menyangkut penyelamatan danau seperti ekowisata berbasis lingkungan, seperti konvensasi danau Laut Tawar, peraturan desa sekitar danau, pemanfaatan SDA danau dengan tidak merusak ekosistem danau.
Dan perlu adanya suatu badan yang khusus menangani masalah danau yang dibentuk oleh Pemerintah Aceh Tengah, selain itu, Jumhur juga mengkritik pemerintah setempat belum membuat Peraturan atau regulasi penyelamatan danau laut tawar yang belum juga dibasah oleh DPRK Aceh Tengah.
Pengurus FDLT divisi kampanye dan advokasi, Iwan Bahagia mengatakan bahwa saat ini regulasi tersebut sangat dibutuhkan, “ Hal tersebut dirasakan perlu, karena saat ini masyarakat pinggiran danau Laut Tawar perlu memperhatikan beberapa aspek dampak lingkungan yang harus dijaga di sekitar danau, juga bagaimana danau tersebut terjaga kelestariannya” kata Iwan.
Hal tersebut artinya, sebut Iwan lagi, meski begitu, masyarakat tetap harus memanfaatkan SDM atau lokasi tersebut “ Dimana antara pemerintah, masyarakat harus sama-sama menjaga kelestarian ekosistem dan naturalisasi danau laut tawar” Iwan juga Berharap dalam pertemuan ini menguatkan kelembagaan FPDLT, managemen organisasi yang jelas, membuat arahan yang jelas untuk menjaga Danau Laut Tawar.
Sementara keterangan pengurus FDLT lainnya Zulfikar Ahmad, kedepan secara marathon akan dilakukan konsolidasi-konsolidasi untuk mempertajam tujuan forum menyelamatkan danau kebanggaan rakyat Gayo tersebut.
“Pekan depan kita akan bahas persoalan-persoalan berkaitan dengan PLTA dan kami berharap pihak terkait dapat memberi atensi yang lebih baik lagi,” harap Fikar panggilan akrab ahli Informasi Teknologi di Takengen ini.
Terkait isu-isu keprihatinan terhadap kondisi Danau Laut Tawar, Bupati Aceh Tengah, Ir. H Nasaruddin MM sebenarnya beberapa waktu lalu pernah sesumbar akan serius memperhatikan hal tersebut dalam Di depan para Panitia Pengarah (Steerring Committee) dan Panitia Pelaksana (Organizing Committee) Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar serta beberapa pejabat teras di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah beberapa waktu lalu. Namun sayangnya tidak terdengar kabarnya lagi bagaimana sudah peran pemerintah setempat dalam pelestarian Danau Lut Tawar.
|